Sekilas tentang Development Kit Konsol dan Tantangan untuk Mendapatkannya
Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak developer game Indonesia yang mulai merilis game untuk konsol, entah itu PS4, Xbox One, ataupun Nintendo Switch. Gerbang menuju konsol ini sendiri pertama kali dibuka oleh Mintsphere, developer game asal Jakarta yang merilis Fallen Legion bekerja sama dengan publisher asal Amerika Serikat, YummyYummyTummy.
Sejak saat itu, arus game Indonesia menuju konsol pun semakin deras, bahkan banyak diantaranya yang meraup sukses seperti Valthirian Arc: Hero School Story dari Agate, Legrand Legacy dari SEMISOFT, atau yang paling baru, Coffee Talk dari Toge Productions. Namun, jika dibandingkan dengan jumlah game yang dirilis di platform lain (mobile atau PC), jumlahnya masih kalah jauh. Pun dengan jumlah developer game Indonesia yang bisa merilis game di konsol juga masih bisa dihitung dengan jari.
Mengapa? Jawabannya adalah karena akses ke development kit (dev kit) konsol yang sangat terbatas. Seberapa sulit developer Indonesia untuk mendapatkan akses ke dev kit tersebut?
Pengembangan game di konsol tidak sama dengan di PC atau mobile. Untuk mengembangkan dan merilis sebuah game konsol, developer harus memiliki beberapa sumber daya tambahan. Salah satunya yang paling penting adalah dev kit.
Dev kit adalah sebuah hardware spesial yang tidak dirilis secara publik. Untuk mendapatkan dev kit, developer harus menghubungi dan memesan dev kit secara langsung ke pabrikan konsol. Jumlah dev kit ini juga sangat terbatas, bahkan ada juga dev kit yang hanya diproduksi sesuai dengan jumlah pesanan yang masuk.
Setiap detail mengenai dev kit diatur dalam sebuah NDA (Non-Disclosure Agreement) yang ditanda tangani oleh kedua pihak, developer/publisher dan pabrikan konsol. Artinya, pemilik dev kit dilarang untuk membagikan informasi apapun mengenai dev kit tersebut (seperti spesifikasi atau foto) ke publik.
Sayangnya, karena banyak alasan yang cukup kompleks, tidak ada cara bagi developer game Indonesia untuk mendapatkan dev kit ini secara langsung dari pabrikan konsol. Jadi selama ini, jika ada developer game yang ingin mengembangkan dan merilis game di konsol, developer harus melakukan beberapa cara lain untuk mendapatkan dev kit, antara lain:
BEKERJA SAMA DENGAN PUBLISHER ATAU DEVELOPER ASING
Satu hal yang bisa dilakukan oleh developer Indonesia adalah bekerja sama dengan publisher atau developer asing dari negara yang memiliki akses legal ke dev kit. Seperti contohnya yang sudah dilakukan oleh Mintsphere saat mereka menggandeng YummyYummyTummy untuk Fallen Legion dulu.
Dalam kasus ini, YummyYummyTummy lah yang memiliki akses untuk mendapatkan dev kit PlayStation dan membantu Mintsphere untuk menyelesaikan dan memublikasikan game tersebut di PS4 dan PSVita.
“MENGAMBIL” DEV KIT SECARA PERSONAL DAN MEMBAWANYA MASUK KE INDONESIA
Cara kedua yang bisa dilakukan adalah bekerja sama dengan perusahaan asing dari negara yang memiliki akses legal ke dev kit, dan meminta pabrikan konsol untuk mengirimkan dev kit ke perusahaan tersebut. Selanjutnya, developer Indonesia harus mengambil dev kit tersebut dan membawanya ke Indonesia secara personal.
Jika memilih cara ini, developer harus bersiap untuk menghadapi berbagai resiko saat melewati bandara Indonesia. Mendapatkan inspeksi dan dikenai pajak oleh Bea Cukai adalah beberapa diantaranya. Terkadang, developer harus menyelesaikan beberapa masalah legal terlebih dahulu sebelum akhirnya dev kit tersebut lolos masuk ke Indonesia.
Sayangnya, karena pabrikan konsol tidak memiliki kantor cabang di Indonesia, mereka masih belum bisa memberikan dukungan untuk mempermudah proses tersebut. Lalu masalah lagi datang dari klasifikasi dev kit itu sendiri, yang mana Indonesia sendiri masih belum memiliki klasifikasi tersendiri untuk dev kit.
Bagaimana mempermudah proses mendapatkan dev kit konsol?
Karena Indonesia merupakan salah satu negara yang masihi belum memiliki akses legal ke dev kit, maka tidak ada jalan lain selain melalui dua proses di atas. Yang bisa dilakukan hanyalah memperlancar proses masuk dev kit yang dibawa secara personal dari luar negeri.
Selama satu bulan terakhir, AGI sudah berkomunikasi aktif baik dengan pihak Dirjen Bea Cukai maupun dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dalam Focus Group Discussion (FGD) pertama yang digelar awal Februari 2020 lalu, AGI, Kemenkominfo dan Dirjen Bea Cukai berdiskusi mengenai pemahaman kebijakan bea masuk pada industri game.
Dalam FGD tersebut didapatkan beberapa hasil seperti penetapan bea cukai untuk barang yang masuk dari luar negeri bukan berdasarkan kegunaan akhir barang ini akan digunakan untuk apa, akan tetapi berdasarkan klasifikasi jenis barang. Dan mengenai dev kit konsol masih perlu dipelajari lagi masuk ke klasifikasi penetapan pajak yang mana.
Diskusi berlanjut pada hari Kamis, 27 Februari 2020 kemarin saat AGI mendapatkan undangan untuk berdialog kembali dengan Dirjen Bea Cukai. Pada pertemuan kali ini, AGI dan Dirjen Bea Cukai memfokuskan diri untuk membahas mengenai klasifikasi dev kit ini dan juga bagaimana memfasilitasi pengiriman dev kit ini dari luar negeri.
Meskipun sudah mendapatkan beberapa opsi solusi untuk masalah tersebut, AGI dan Dirjen Bea Cukai masih perlu menelaah lebih dalam lagi di rapat selanjutnya sebelum solusi-solusi tersebut bisa diimplementasikan di Indonesia.